Monday 7 September 2020

Stasiun Gambir

Stasiun Gambir, 20 Juli 2020

Aldo melirik jam tangannya. Masih dua jam lagi hingga keretanya berangkat ke Bandung. Ia menyeka keringat yang mulai berjatuhan ke kemeja flanelnya. Sepertinya hari ini Aldo salah berpakaian, ditambah dengan sepatu kets hitam dan celana jeans yang Ia kenakan. Rasanya lebih baik jika hari ini Ia hanya menggunakan kaos, celana pendek, dan sendal jepit saja.

“Beli minum dingin ah, panas banget hari ini”, batinnya, lalu berjalan ke minimarket terdekat sambil menarik tas koper kecilnya. Sesampainya di minimarket, Aldo langsung menuju lemari pendingin minuman untuk mengambil sebotol kopi dingin dan membawanya ke kasir.

“Makasih, Mbak” Aldo segera berjalan ke luar minimarket. Ia berhenti di tengah ramainya Stasiun Gambir untuk memasukkan kembalian uangnya ke dalam saku. Setelah itu, Aldo membuka kopi dinginnya sembari melihat sekeliling Stasiun Gambir yang penuh dengan manusia berlalu-lalang.

Ah, stasiun ini. Tempat yang sempat Ia hindari.

“Permisi Mas”

 Aldo tersadar dirinya berhenti di tempat yang salah. Ia langsung menggeser posisinya, “Ah Iya mbak, ma…”

Ucapannya terhenti. Sesaat Aldo mematung.

“Eh, lo Aldo?”

“Mika?”

Nampaknya Aldo tidak jadi salah pakaian hari ini.


*****


“Apa kabar do? Mau kemana lo di stasiun gini?” tanya Mika dengan senyum manisnya. Mika tidak berubah. Ia masih dengan badan mungilnya, rambut panjangnya, wangi parfumnya dan senyum manisnya. Persis seperti 7 tahun lalu.

“Baik Mik. Gue mau ke bandung nih, ke cabang kafe gue” jawab Aldo, membetulkan tempat duduknya sambil menyerahkan kopi dingin yang Ia beli lagi di minimarket kepada Mika. Kini mereka sedang duduk di salah satu tempat duduk umum di dekat gerbang keberangkatan Stasiun Gambir.

“Wah serius? Hebat juga lo udah jadi businessman. Perasaan dulu kerjaan lo cabut kelas bisnis mulu” ledek Mika.

“Yah gatau aja lo Mik, gini-gini dulu mata kuliah bisnis gue dapet A walaupun cabut-cabutan” balas Aldo sambil tertawa kecil, “Lo sendiri ngapain disini?”

“Gue baru sampe Jakarta. Eh malah kesasar di keberangkatan hahaha”

“Haduh gak berubah ya lo Mik. Dulu waktu kita KKN bareng aja lo kemanapun harus ditemenin, karena kalo sendirian pasti nyasar kan?”

“Hahaha masih inget aja lagi lo.” Ucap Mika sambil memukul bahu Aldo pelan. Tidak terasa keduanya larut dalam memori saat mereka kuliah bersama.

“Eh iya, lo ke Jakarta dalam rangka apa nih? Bukannya lo udah menetap di Jogja?” Tanya Aldo.

“Gue udah 3 tahun di Jakarta, Do. ngikut suami gue. Ini gue baru sampe Jakarta karena habis nengokin nyokap gue yang sakit di Jogja”

Senyum aldo hilang sedetik.

“Suami?”

“Iya. Eh, lo gak tau ya gue udah nikah? Gue udah jalan 3 tahun sama suami gue. Anak gue udah satu, masih 9 bulan. Lucunya mirip gue” ujar Mika dengan semangat, “dulu gue mau undang lo di nikahan gue, tapi lo lost contact gitu aja, gak bisa gue hubungin. Tapi nikahan gue juga di Jogja sih, cuma keluarga sama temen Jogja gue aja yang dateng”

“Ah iya..“ Aldo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia baru ingat dulu sempat menonaktifkan ponselnya selama beberapa saat, karena pada saat itu Ia sedang dalam proses penyembuhan hati nya. “Gila, keren juga lo Mik. Kirain lo bakal jomblo seumur hidup karena lo galak. Congrats yaa walaupun pasti gue udah telat banget” ucap Aldo tersenyum sambil mengacak pelan rambut Mika.

“Enak aja! Makasih ya Do, late than never kok” balas Mika, “lo sendiri gimana? Udah ada gandengan belom?”

Aldo mengangkat bahu nya, “masih cari nih di suatu tempat”

Mika tertawa, “lo kira duit kali di cari. Eh bentar, ada telpon”

Mika merogoh ponsel dari tas nya, lalu mengangkat telpon tersebut.

“Halo sayang. Kamu dimana? Oh udah didepan? Dideket apa? Ohh oke oke aku kesana yaa” Mika menutup teleponnya, lalu kembali melihat Aldo.

“Do, gue duluan yaa. Suami gue udah jemput. Kapan-kapan mampir ke rumah gue dong di Cipete. Nomer HP gue masih sama kok kayak dulu” ujar Mika sembari berdiri dan membetulkan posisi tasnya. Aldo menganggukkan kepalanya, “hati-hati ya Mik. Salam buat suami lo”

Mika melambaikan tangannya, lalu mulai berjalan membelakangi Aldo. Aldo sendiri masih terdiam menatapi punggung Mika yang semakin hilang ditelan keramaian Stasiun Gambir.

Aldo menghela nafas.

Kalau saja pada saat itu Ia tidak terjebak macet.

Kalau saja pada saat itu Ia sedang membawa motor.

Kalau saja pada saat itu Ia bisa berlari lebih kencang lagi.

Kalau saja.. 7 tahun lalu Ia tidak ragu.

Mungkin, kereta tidak akan membawa Mika secepat itu.

dan mungkin, dirinya lah yang akan menjemput Mika hari ini.


Ah, Lagi-lagi rasa penyesalan ini muncul,

dan Lagi-lagi di Stasiun Gambir.


------------------------------

WKWKWKWK cerpen kedua ku yang untungnya durasinya lebih panjang ya :)) Sebenernya cerpen ini terinspirasi dari lagu Kwak Jin Eon - In Front of City Hall at the Subway Station dan di combine dengan adegan tragis Jung Pal di Reply 1988 HAHAHA pada sadar gak? 

Sangattt menerima kritik dan saran! Dan plis dukung aku terus biar semangat bikin-bikin ginian wkwkwwk karna bikin kayak gini one of my happiness tapi belom punya banyak keberanian dan belom pro huhu semoga bisa lebih baik lagi ya diriku membuat ini :')

Sampai bertemu di cerpen berikutnyaa~

------------------------------

Picture : 
1. fr.pixers.ch (link)
2. charlotte.ager (instagram)

Inspiration:
- Kwak Jin Eon - In Front of City Hall (Hospital Playlist Soundtrack)
- Reply 1988 (Korean Drama)

Related Articles

0 comments:

Post a Comment